Suara air jatuh dari tebing batu setinggi 15 meter bergemuruh memecah keheningan pagi, Minggu, 29 Desember 2019. Air terjun itu dinamai Suhom, berada di Desa Krueng Kala, Kecamatan Lhoong, Kabupaten Aceh Besar.
Selain sebagai objek wisata alam, air terjun Suhom memberikan manfaat lain, yakni energi listrik tenaga air atau mikrohidro.
Pagi itu, Syaifullah meniti anak tangga menuju pos penjagaan turbin yang dibuat di tebing. Dia adalah petugas jaga turbin. Dia menyalakan mesin yang berusia 12 tahun itu untuk mengalirkan listrik ke jaringan.
Keberadaan pembangkit listrik mikrohidro itu menjadi sumber pendapatan bagi desa yakni Desa Tunong Krueng Kala, Baroh Krueng Kala serta Meunasah Krueng Kala.
Syaifullah menceritakan asal mula pembangunan pembangkit listrik. Setelah bencana gempa dan tsunami 2004, kawasan yang terkena dampak alami krisis listrik, termasuk tiga desa yang berada dekat air terjun itu.
Warga dan para donor berpikir air terjun Suhom dapat digunakan sebagai sumber listrik. Perusahaan Cola Cola Company memberikan dana untuk pembangunan pembangkit. Usaha itu berhasil. Dari air terjun yang selama ini hanya menjadi tempat rekreasi kini mengalirkan energi.
Awalnya, aliran listik yang dihasilkan hanya dapat mengaliri beberapa rumah, namun kapasitasnya dinaikan agar bisa dialirkan ke ratusan rumah. “Di desa pertama kira-kira ada 100 rumah, desa ke dua ada 200 rumah dan desa ketiga 770 rumah yang diterangi,” tutur Syaifullah.
Pembangkit listrik mikro hidro dioperasikan 24 jam. Petugas jaga disiagakan untuk memastikan mesin bekerja dengan maksimal. Perawatan berkala dilakukan agar mesin tetap dalam kondisi prima.

Foto: Nada Ariqa
Dalam kurun waktu empat tahun pertama, masyarakat dapat menikmati listrik murah langsung dari pembangkit listrik air terjun Suhom. Kala itu, daya listrik 0,5 ampere warga cukup membayar Rp 15 ribu per bulan. Daya 1 ampere tarifnya Rp 25 ribu per bulan.
Namun, kini daya listrik dari air terjun Suhom tidak lagi dialiri langsung ke rumah warga, tetapi disuplai ke jaringan Perusahaan Listrik Negara (PLN). Daya listrik itu dijual ke PLN dan PLN yang akan menjual kembali ke warga. Pendapatan dari penjualan daya ke PLN menjadi kas desa. Pendapatan dari usaha itu Rp 4 juta – Rp 15 juta per bulan. Besaran pendapatan berbeda, lantaran daya listrik yang dihasilkan tidak stabil, terkadang rendah.
“Tergantung debit air terjun,” kata Syaifullah.
Pendapatan dari penjualan daya listrik dikelola oleh Badan Usaha Milik Gampong (BUMG). Dana itu digunakan untuk kegiatan sosial an perbaikan fasilitas umum.
Pemanfaatan air untuk pembangkit listrik merupakan jalan keluar pemenuhan kebutuhan energi bagi warga. Energi listrik tenaga air juga ramah lingkungan. Alam telah menyediakan apa yang manusia butuhkan.
Penulis: peserta Kemah Jurnalistik Lingkungan