Menggunakan jilbab hitam, Mursyidah (34), terdakwa kasus dugaan perusakan gagang pintu pangkalan elpiji 3 kilogram disambut oleh mahasiswa saat tiba di Pengadilan Negeri (PN) Lhokseumawe, Selasa (5/11/2019) bak pahlawan.
Saat terdakwa datang ke PN Lhokseumwe untuk menghadiri sidang pembacaan vonis. Puluhan mahasiswa Lhokseumawe menggelar aksi sebagai bentuk solidaritas meminta terdakwa divonis bebas oleh majelis hakim.
Sembari menggendong anak bungsunya, MZ (4) yang menggunakan baju merah, Mursyidah berjalan di antara pagar betis mahasiswa.
Air matanya tampak tak terbendung, begitu juga anak pertama F (12) dan kedua MR (10) ikut meneteskan air mata saat mengantarkan ibundanya ke ruang sidang.
Selama dalam persidangan, terdakwa lebih banyak menundukkan kepala di hadapan majelis hakim. Hakim ketua, Jamaluddin langsung membacakan amar putusan pada sidang ke-13 ini. Sidang vonis ini terbuka untuk umum dan ruangan tampak dipadati oleh pendukung terdakwa.
Sebelah kanan terdakwa, satu orang kuasa hukum Zulfa Zainuddin duduk sambil sesekali memandang ke arah Mursyidah. Sedangkan sebelah kiri Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Lhokseumawe, Muhamma Joni Sidiq.
Sidang putusan ini dipimpin oleh tiga orang hakim. Jamaluddin sebagai hakim ketua membacakan amar putusannya hingga selesai. Atas berbagai pertimbangan, baik yang memberatkan karena terdakwa tidak menyesali perbuatannya maupun meringankan sebagaimana disampaikan dalam nota pembelaan secara tertulis.
Terdakwa belum pernah dihukum, ada tanggungjawab dan berlaku sopan dan kooperatif. Atas berbagai pertimbangan, majelis hakim memvonis terdakwa dengan hukuman 3 bulan penjara dengan masa percobaan 6 bulan.
Selama 6 bulan itu terdakwa tidak boleh melakukan tindak pidana apapun, sehingga dia terbebas dari hukuman percobaan itu. Bila melakukan tindak pidana, terdakwa harus menjalankan vonis percobaan itu.
Hakim ketua bertanya kepada terdakwa, apakah paham atas amar putusan ini. Terdakwa tampak menganggguk, lantas menatap ke arah kuasa hukumnya yang mendampingi selama ini.
Lalu Jamaluddin melanjutkan bertanya, apakah terdakwa bisa menerima putusan ini. Bila tidak, ada upayakan hukum untuk banding, atau juga bisa pikir-pikir terlebih dahulu. Terdakwa pun diminta untuk konsultasi dengan kuasa hukum.
Setelah berkonsultasi sejenak. Kuasa hukum terdakwa lalu menyampaikan kepada majelis hakim bahwa akan pikir-pikir dulu selama 7 hari kerja atas putusan ini. Begitu juga jawaban yang sama saat hakim ketua mempertanyakan kepada JPU Kejari Lhokseumawe.
Ruangan sidang tampak disesaki oleh pendukung dan simpatisan terdakwa selama hakim membaca amar putusan. Sebagian lagi menunggu harap-harap cemas di luar ruang sidang. Sedangkan mahasiswa di luar pagar PN Lhokseumawe terus menggelar orasi memberikan dukungan moril untuk terdakwa.
Usai amar putusan dibacakan. Raut wajah F tampak berseri, melempar senyum simpulnya ke setiap pengunjung. Tak sedikit mengusap kepala anak yatim ini.
Meskipun majelis hakim memvonis ibundanya 3 bulan penjara. Anak pertamanya tampak bahagia, karena ibundanya tak ditahan oleh jaksa. “Alhamdulillah senang, ibu tidak ditahan,” ucap F singkat usai sidang.
Mereka saling berangkulan, berpelukan, bulir di mata tak terbendung membasahi pipi. Sesekali Mursyidah mengusap air mata anak bungsunya, begitu juga F merangkul kedua adiknya.
Bulir di kedua mata F terus membasahi pipi. Begitu juga terdakwa terus meneteskan air mata. Bahkan saat keluar dari ruang sidang harus dipapah hingga duduk di kursi tamu depan ruang sidang. Mahasiswa yang bisa masuk dalam ruang sidang tampak tertib menyalami dan mencium tangan terdakwa.
Kabar gembira hari itu didapatkan terdakwa. Namun air mata duka, setelah ditinggalkan suami tercinta terdakwa belum kering. Sepekan lalu kabar duka menyelimuti mereka. Selama terdakwa masih sedang menjalani proses persidangan. Suami tercintanya harus pergi untuk selamanya menghadap sang Khalik, karena sakit. Saat ini terdakwa harus membesarkan tiga anaknya.
“Ada tiga anak yatim yang harus saya besarkan,” kata Mursyidah sembari meneteskan air mata.
Mursyidah tampak bahagia usai hakim ketua, Jamaluddin membacakan amar putusan. Vonis tiga bulan kepadanya, tak mesti harus mendekam di balik jeruji besi.
Terdakwa sempat cemas. Selama proses persidangan memang tak ditahan. Mursyidah khawatir vonis memaksakan dirinya harus berpisah dengan ketiga anaknya.
Sekarang terdakwa sedikit lega. Meskipun putusan ini belum inkrah, terdakwa masih bisa menghirup udara segar dan bisa bersama dengan ketiga anaknya. Kini dia tetap harus menunggu selama 7 hari, baru akan inkrah.
“Senang sekali, karena saya sudah bebas, tidak dipenjara,” ungkapnya dengan suara pelan. Lagi-lagi air mata Mursyidah tak terbendung. Dia juga mengucapkan terimakasih untuk semua yang telah membantunya selama ini.
Sifat ikhlas dan tak menaruh dendam disampaikan Mursyidah. Meskipun sudah dipolisikan, hingga harus duduk di kursi panas depan majelis hakim. Tampaknya Mursyidah tak dendam kepada yang melaporkan dirinya. Bahkan dia mendoakan kepada pelapor agar diberikan kesehatan.
“Yang melaporkan saya semoga panjang umur,” jelasnya.
Ketua PN Lhokseumawe, Teuku Syarafi mengaku proses persidangan Mursyidah selalu diikutinya, termasuk setiap perkara yang masuk ke PN Lhokseumawe. Setiap memutuskan perkara, harus benar-benar mempertimbangkan rasa keadilan dan tidak memihak kepada siapapun.
“Saya juga selalu berpesan kepada Majelis Hakim. Agar betul-betul memeriksa suatu perkara dengan azaz keadilan,” tuturnya.
Menurutnya setiap menentukan perkara harus sesuai azas, kepastian hukum dan benar-benar adil kepada masyarakat. Harapannya setiap putusan itu bisa bermanfaat bagi masyarakat.
Sementara itu kuasa hukum pelapor, Armia saat dihubungi kemarin belum bersedia memberikan keterangan. Pihaknya masih sedang mengkaji atas amar putusan itu.
“Nanti kami akan berikan keterangan lagi ya,” ucap Armia singkat melalu sambungan telepon selulernya.
***
Jeratan hukum menimpa Mursyidah ini berawal pengakuan pengelola pangkalan Bright Gas UD Herianti bahwa stok elpiji 3 kilogram telah habis. Padahal saat itu tanggal 24 November 2018 warga sudah antri berjam-jam dan ini kerap terjadi di pangkalan tersebut.
Warga yang menaruh curiga dengan pengakuan tersebut mendobrak pintu masuk toko tempat penyimpanan elpiji yang berada di Gampong Meunasah Masjid, Kecamatan Muara Dua, Kota Lhokseumawe. Meskipun sempat dihalau, keributan tak dapat dihindari saat itu dan warga berhasil masuk ke dalam pangkalan, menemukan tiga tabung elpiji 3 kilogram tutup segelnya rusak.
Mursyidah yang pernah bekerja di pangkalan itu bertambah curiga. Kesabarannya tak lagi dapat dibendung. Lalu dia bersama warga lainnya sekira pukul 19.30 WIB mengamuk dan membanting serta mendobrak pintu toko.
Sehingga akhirnya gagang pintu toko tersebut rusak. Lantas pemilik pangkalan itu melaporkan Mursyidah atas tuduhan telah melakukan perusakan fasilitas miliknya.
Hingga akhirnya dia dituntut oleh JPU 10 bulan penjara dan vonis diterima 3 bulan penjara dengan masa percobaan 6 bulan. Mursyidah tetap bisa berkumpul bersama ketiga anaknya, karena tidak ditahan dengan percobaan 6 bulan tidak boleh melakukan tindak pidana apapun.[]