Setiap hari kita menyaksikan penindakan kasus narkoba dengan pelaku yang beragam mulai dari petani, mahasiswi, pegawai negeri, anggota dewan, hingga aparat penegak hukum. Narkoba kini ada di mana-mana.
Penangkapan oknum TNI bersama mahasiswi di Hotel Hermes Palace Banda Aceh pada Rabu, 2 Oktober 2019 dini hari semakin memperkuat bahwa narkoba kini menyerang siapa saja. Ada 10 orang yang diringkus malam itu, empat orang prajurit TNI Kodam Iskandar Muda, empat mahasiswi, dan dua pekerja swasta. Narkoba telah menyatukan mereka.
Pomdan Iskandar Muda kini menahan prajurit itu untuk diproses. Termasuk mencari tahu dari mana sabu didapatkan dan apa motivasi mereka mengonsumsi sabu.
Keesokan siang kita kembali dibuat terkejut. Seorang ibu rumah tangga ditangkap petugas Lapas Kelas IIA Banda Aceh karena menyembunyikan ganja dalam celana dalam. Ibu itu bermaksud menjenguk suaminya yang dipenjara juga karena kasus narkoba.
Ibu ini mengaku membawa ganja karena faktor ekonomi. Sebab, sejak suaminya masuk penjara dia harus menghidupi enam anaknya yang masih kecil.
Pada Senin 30 September 2019, tim Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Aceh menembak mati satu orang diduga bandar sabu. Namanya Ridwan, warga Peureulak, Aceh Timur. Ridwan ditembak di Bener Meriah.
Masih ingat kasus anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) yang ditangkap sedang nyabu? Dia politisi partai lokal, daerah pemilihan Aceh Timur. Miris rasanya orang-orang yang dijadikan panutan justru terjerumus dalam perilaku menyimpang.

Kepala BNN Aceh Faisal Abdul Naser mengatakan narkoba kini menyerang semua sendi kehidupan warga. Narkoba merangsek pelan-pelan hingga ke dalam rumah. Kasus pengedar narkoba melibatkan orangtua dan anak menjadi contoh nyata bagaimana narkoba merusak kehidupan keluarga.
Faisal mengatakan saat ini tren pengguna narkoba bukan hanya di kalangan dewasa, namun juga remaja. Hasil survei BNN menyebutkan 1 dari 100 siswa di Aceh berpotensi menjadi pengguna narkoba.
Bahkan kini para bandar menjadikan remaja sebagai target utama. Istilahnya kaderisasi atau regenerasi pengguna. Mereka yang mengonsumsi narkona sejak usia remaja berpotensi menjadi pemakai hingga usia dewasa. Dengan demikian, pasar tetap penjualan narkoba telah tersedia.
“Jika sudah kena narkoba, susah disembuhkan, walaupun direhab, dia hanya pulih dan berpotensi mengulangi,” kata Faisal.
Sepanjang 2017-Juni 2019, BNN Aceh menyita 2,47 ton sabu. Harga sabu puluhan juta per kilogram. Bisa dibayangkan berapa perputaran uang di bisnis haram ini.
Data dari BNN jumlah pengguna narkoba di Aceh sebanyak 73.201 orang. Namun yang direhab baru 1,8 persen sebab jumlah rumah rehab terbatas. “Aceh butuh balai rehab yang besar, saat ini banyak yang sedang antri untuk direhab,” kata Faisal.
Jumlah kasus narkoba yang ditangani polisi juga mencengangkan. Sejak 2014 hingga 2018, kepolisian menangani 6.115 kasus dengan jumlah tersangka 8.487 orang. Adapun barang bukti yang disita oleh Polda Aceh pada 2017-2018, yakni 88,639 kilogram sabu, 54,8 ton ganja kering, dan 3.664 butir ekstasi.
Kini sabu dan ekstasi juga sudah diproduksi di Aceh. Pada Juli 2019, polisi membongkar pabrik sabu dan ekstasi rumahan di Lhokseumawe. Sebanyak 2.000 butir ekstasi disita dan bahan mengandung zat sabu disita.
Pelaksana Tugas Gubernur Aceh Nova Iriansyah terlalu sering menyampaikan perang terhadap narkoba. Nova mengajak semua elemen masyarakat untuk memberantas narkoba.
Meski demikian kasus narkoba semakin banyak terjadi. Penangkapan TNI, anggota DPR Aceh, mahasiswi, dan ibu rumah tangga menunjukkan narkoba menyerang siapa saja.